Sleman, 24 Oktober 2025 — Program Studi Administrasi Publik Universitas ‘Aisyiyah (UNISA) Yogyakarta menyelenggarakan Kuliah Kebangsaan bertajuk “Demokrasi dan Kebebasan Berpendapat di Era Kontemporer: Refleksi atas Dinamika Sosial Politik di Indonesia” pada Jumat pagi di Ruang Sidang Hall (SM.2.09) UNISA Yogyakarta serta disiarkan secara langsung melalui kanal YouTube resmi kampus. Kegiatan ini menghadirkan H. Ganjar Pranowo, M.IP., mantan Gubernur Jawa Tengah dua periode (2013–2023), sebagai pembicara utama dan dipandu oleh Muhammad Fajrus Shodiq, S.IP., M.KP., Dosen Program Studi Administrasi Publik UNISA Yogyakarta yang bertindak sebagai moderator.
Turut hadir Dr. Moh. Ali Imron, S.Sos., M.Fis., Wakil Rektor IV Bidang Kerjasama dan Internasional UNISA Yogyakarta, Annisa Warastri, S.Psi., M.Psi., Psikolog, Dekan Fakultas Ekonomi, Ilmu Sosial, dan Humaniora (FEISHum), serta Gerry Katon Mahendra, S.IP., M.I.P., Kaprodi Administrasi Publik UNISA Yogyakarta. Dalam sambutannya, Dr. Ali Imron menekankan pentingnya kegiatan ini sebagai refleksi kebangsaan dan upaya memperkuat literasi demokrasi di kalangan mahasiswa. “Diskusi ini menjadi refleksi atas kondisi perkembangan demokrasi di negara kita. Peran generasi muda, khususnya mahasiswa, sangat penting untuk memastikan demokrasi berjalan dengan sehat” ujarnya.
Dalam paparannya, Ganjar Pranowo menyampaikan kondisi terkini demokrasi Indonesia yang menghadapi tantangan serius di tengah disrupsi sosial dan teknologi. Berdasarkan data The Jakarta Post tahun 2025, skor kebebasan pers Indonesia berada di peringkat 127 dari 180 negara, menunjukkan adanya kemunduran dari tahun sebelumnya. Ia menjelaskan bahwa demokrasi saat ini menghadapi tiga tantangan besar: pertama, aspek hukum dan regulasi yang masih kerap digunakan untuk membungkam kritik publik, terutama melalui penggunaan UU ITE; kedua, ketimpangan sosial dan ekonomi yang menyebabkan partisipasi politik tidak merata, sehingga demokrasi belum sepenuhnya inklusif; dan ketiga, disrupsi digital serta disinformasi yang semakin memperburuk kualitas ruang publik melalui maraknya hoaks dan manipulasi informasi. “Demokrasi tidak boleh berhenti hanya pada pemilu. Demokrasi adalah kesadaran kolektif untuk menghormati perbedaan dan memperjuangkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” tegasnya.
Ganjar juga menyoroti peran penting mahasiswa dan akademisi dalam menjaga kualitas demokrasi. Menurutnya, mahasiswa harus mampu bersikap kritis, partisipatif, dan mengaitkan teori dengan praktik, disertai nilai etika dan tanggung jawab sosial. Ia juga menekankan bahwa akademisi memiliki peran besar dalam menyediakan ruang dialog publik yang sehat dan edukatif melalui seminar, kuliah umum, maupun penelitian ilmiah yang berorientasi pada kritik kebijakan. “Kampus adalah benteng terakhir rasionalitas publik. Di sinilah gagasan demokrasi yang sehat harus terus dirawat,” ujar Ganjar dalam penjelasannya.
Sebagai penutup, Muhammad Fajrus Shodiq, S.IP., M.KP. menyampaikan refleksi penting bahwa demokrasi harus terus dibangun sebagai ekosistem yang partisipatif, kritis, dan cerdas berbasis nilai-nilai kebangsaan. “Demokrasi tidak hanya soal kebebasan berbicara, tetapi juga tentang kemampuan berpikir dan berdialog dengan bijak demi kemajuan Indonesia,” ungkapnya.
Kegiatan kuliah kebangsaan ini dihadiri oleh seluruh mahasiswa Prodi Administrasi Publik, Prodi Ilmu Komunikasi, BEM Fakultas FEISHum dan BEM Universitas UNISA Yogyakarta. Kegiatan tersebut menjadi bagian dari komitmen Program Studi Administrasi Publik UNISA Yogyakarta dalam memperkuat literasi politik, kepemimpinan, dan etika publik bagi mahasiswa.