Yogyakarta, 27 Juni 2024 – Program Studi S1 Administrasi Publik Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta (UNISA) mengadakan Kuliah Umum dengan tema “Bawaslu Goes To Campus: Kerangka Hukum dan Pengarusutamaan Gender dalam Pemilihan Daerah 2024”. Acara ini menghadirkan Sutrisnowati, SH., MH dari Bawaslu DIY sebagai pembicara utama dan berlangsung secara tatap muka di Gedung Siti Moendjijah, Ruang SM.6.16.
Membangun Demokrasi yang Setara dan Inklusif melalui Pengarusutamaan Gender
Sutrisnowati memulai kuliah umum dengan menekankan pentingnya tata kelola pemilihan umum yang berkualitas sebagai cerminan dari kualitas demokrasi suatu negara atau daerah. “Terdapat empat prinsip utama dalam demokrasi yakni, kontrol rakyat, kesetaraan rakyat, pemerintahan konstitusional, dan kebebasan individu,” jelas Sutrisnowati.
Dalam paparannya, Sutrisnowati juga menjelaskan tentang infrastruktur demokrasi yang mempengaruhi pelaksanaan Pilkada serentak. Ia menyoroti peran partai politik lokal, organisasi non-pemerintah (NGO) lokal, pers lokal, dan perguruan tinggi lokal sebagai elemen penting dalam penguatan demokrasi. “Elemen kunci penguatan demokrasi adalah partai politik yang sehat, organisasi non-pemerintah yang kritis dan memberdayakan, pers yang mencerdaskan, dan pemilih yang cerdas. Hal tersebutlah yang dapat melahirkan demokrasi yang mapan,” ungkapnya.
Topik utama dalam kuliah umum ini adalah pengarusutamaan gender, khususnya partisipasi perempuan dalam politik atau jabatan publik. Sutrisnowati menjelaskan bahwa kesenjangan antara jumlah perempuan yang mencalonkan diri sebagai anggota legislatif masih signifikan. Pada Pemilu 2024, dari 580 anggota DPR terpilih, hanya 21,9 persen di antaranya adalah perempuan. Walaupun ada peningkatan dari tahun sebelumnya, namun kesenjangan masih ada.
Sutrisnowati menggarisbawahi tiga alasan mengapa partisipasi politik perempuan harus ditingkatkan. Pertama, landasan hukum menjamin partisipasi politik perempuan, salah satunya adalah UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Kedua, keadilan dan kesetaraan gender di ruang publik. Ketiga, peluang untuk terlibat dalam proses politik dan pengambilan keputusan dengan perspektif ramah perempuan.
Mengakhiri kuliah umum, Sutrisnowati menyampaikan kesan positifnya tentang kesempatan menjadi dosen praktisi di UNISA. “Saya sangat antusias dan senang sekali dapat berkesempatan menjadi dosen praktisi di UNISA. Saya dapat langsung berinteraksi dengan para mahasiswa yang sangat aktif selama proses perkuliahan Kebijakan Publik dan Pengarusutamaan Gender terkait Demokrasi, Gender, dan Kebijakan Publik,” ujar Sutrisnowati.
Ia juga menambahkan bahwa kehadiran dosen praktisi merupakan salah satu alternatif implementasi kurikulum merdeka belajar, serta sebagai sinergi antara lembaga penyelenggara pemilu dengan perguruan tinggi dalam hal literasi hukum pemilu/pilkada. “Kedepan, kehadiran dosen praktisi menjadi salah satu alternatif implementasi kurikulum merdeka belajar. Selain itu, sebagai sinergi antara lembaga penyelenggara pemilu dengan perguruan tinggi dalam hal literasi hukum pemilu/pilkada,” harapnya.
Kuliah umum ini diharapkan dapat memberikan pemahaman mendalam kepada mahasiswa tentang pentingnya partisipasi perempuan dalam politik serta memperkuat demokrasi yang inklusif dan setara di Indonesia.