Sleman, 6 Maret 2025 – Program Studi Administrasi Publik Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta (Unisa) mengawali pembelajaran Semester Genap 2024-2025, dengan agenda akademik berkualitas yakni Semester Opening Lecture. Kegiatan tersebut bertajuk “New Realities: Constancy of Crisis and Polycrisis For Public Administration – Indonesian Context.” Kuliah tamu awal semester ini berlangsung secara daring melalui Zoom Meeting pada pukul 15.00 hingga 16.30 WIB, menghadirkan narasumber internasional, Bok Gyo Jeong, Ph.D., Associate Professor of Public Administration di Kean University, New Jersey, USA, sekaligus Visiting Research Fellow di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Acara ini dipandu oleh Muhammad Fajrus Shodiq, S.IP., M.KP., dosen Administrasi Publik Unisa, dengan partisipasi aktif dari mahasiswa Administrasi Publik Unisa dari berbagai angkatan.
Sebagai salah satu penulis utama dalam buku “The Routledge Handbook on Crisis, Polycrisis, and Public Administration” yang baru terbit pada tahun 2025, Bok Gyo Jeong, Ph.D. membagikan wawasan mendalam tentang bagaimana administrasi publik menghadapi tantangan krisis yang terus berkembang. Dalam pemaparannya, ia menjelaskan bahwa krisis tidak hanya terjadi dalam satu sektor, melainkan bersifat kompleks dan saling berkelindan, menciptakan situasi yang dikenal sebagai polycrisis.
“Saat ini, kita tidak hanya menghadapi satu krisis dalam satu waktu, tetapi berbagai krisis yang saling terkait dan memperburuk satu sama lain. Ini menuntut respons kebijakan yang lebih adaptif dan koordinasi lintas sektor yang lebih baik,” jelas Dr. Bok.
Dalam bukunya, Bok Gyo Jeong, Ph.D. mengupas berbagai aspek krisis, termasuk bagaimana institusi politik, sosial, dan ekonomi merespons situasi darurat, peran aktor-aktor kunci seperti pemerintah, LSM, dan organisasi internasional dalam penanganan krisis, serta pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dalam meningkatkan respons krisis yang lebih cepat dan efektif.
Dalam sesi diskusi, Bok Gyo Jeong, Ph.D. menyoroti fleksibilitas organisasi internasional dibandingkan dengan birokrasi pemerintah dalam menangani krisis. Ia menegaskan bahwa birokrasi sering kali menjadi hambatan dalam pengambilan keputusan yang cepat dan tanggap.
“Pemerintah nasional sering kali terhambat oleh proses birokrasi yang panjang dan rigid, sehingga tidak dapat merespons krisis dengan cepat. Sebaliknya, organisasi internasional memiliki fleksibilitas lebih besar dalam merespons dan menyalurkan bantuan,” ungkapnya.
Ia juga memberikan contoh dari berbagai negara terkait bagaimana respons krisis dapat berbeda. “Jika kita melihat kasus di Nepal, beberapa wilayah Afrika, dan Asia Tenggara, termasuk Indonesia, kita bisa melihat bahwa keterlambatan respons pemerintah sering kali disebabkan oleh kurangnya koordinasi dan birokrasi yang kompleks,” tambahnya.
Lebih lanjut, ia menyoroti pentingnya kemitraan publik-swasta dalam meningkatkan ketahanan terhadap krisis. “Kolaborasi antara sektor publik dan swasta menjadi krusial dalam menghadapi situasi darurat. Pemerintah tidak bisa bekerja sendiri, mereka perlu menggandeng sektor swasta untuk memastikan distribusi bantuan yang lebih efisien dan efektif,” jelasnya.
Selain itu, ia menekankan bahwa pembuat kebijakan harus memahami dinamika lintas sektor dan lintas yurisdiksi untuk dapat mengelola krisis secara lebih efektif. “Krisis tidak mengenal batas negara maupun batas sektor. Oleh karena itu, kebijakan yang dibuat harus mempertimbangkan koordinasi antar-lembaga dan lintas negara agar bisa lebih efektif dalam implementasi,” tuturnya.
Mewakili Program Studi Administrasi Publik Unisa, Muhammad Khozin, S.IP., MPA., menyampaikan apresiasi yang tinggi kepada Dr. Bok Gyo Jeong atas ilmu dan wawasan yang diberikan. Ia juga menegaskan bahwa Unisa sebagai kampus yang didirikan oleh organisasi perempuan tertua dan terbesar di dunia, ‘Aisyiyah, memiliki komitmen tinggi terhadap inklusivitas dan kepedulian terhadap situasi krisis yang terjadi di berbagai sektor.
“Unisa bukan hanya institusi akademik, tetapi juga memiliki kepedulian tinggi terhadap isu-isu sosial, termasuk dalam menghadapi berbagai tantangan krisis yang terjadi di masyarakat,” ujar Muhammad Khozin.
Menariknya, acara ini diselenggarakan pada sore hari menjelang waktu berbuka puasa, menciptakan suasana “Ngabuburit Ilmiah” yang tidak hanya menambah wawasan tetapi juga memperkuat semangat kebersamaan di bulan suci Ramadan. Mahasiswa yang hadir merasa mendapatkan perspektif baru tentang bagaimana menghadapi krisis dalam konteks administrasi publik, khususnya di Indonesia.