Yogyakarta, 4 Juli 2024 – Program Studi Administrasi Publik Fakultas Ekonomi Ilmu Sosial dan Humaniora (FEISHum) Universitas Aisyiyah (Unisa) Yogyakarta telah sukses mengadakan Workshop Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL) secara daring melalui platform Zoom. Acara ini berlangsung dari pukul 09.00 hingga 12.15, dan dipandu oleh moderator Muhammad Khozin, S.IP., MPA. selaku Dosen Administrasi Publik Unisa Yogyakarta. Kegiatan workshop ini mengundang Dr. Chandra Anugrah Putra, M.I.Kom Wakil Rektor 1 Universitas Muhammadiyah Palangkaraya (UMPR) dan Muhammad Anzarach Pratama, S.AN,MPA. juga dari UMPR.

Ketua Program Studi Administrasi Publik UNISA Yogyakarta Gerry Katon Mahendra, S.IP, M.I.P., dalam pembukaannya menyampaikan bahwa Program Studi Administrasi Publik Universitas Aisyiyah Yogyakarta mendapatkan amanah dan dipercaya untuk menyelenggarakan kelas RPL dari Pemerintah secara resmi dan sah. Workshop ini bertujuan untuk memperdalam dan memperkuat pemahaman tentang RPL kepada para Dosen Administrasi Publik, serta menjalin silaturrahmi dan berbagi pengalaman antara Universitas Muhammadiyah Palangkaraya (UMPR) dan UNISA Yogyakarta sebagai pengelola RPL. “Momen ini dapat dijadikan juga sebagai ajang berbagi pengalaman dan menjalin silaturahmi antara UMPR dan UNISA Yogyakarta,” ujarnya.

Prinsip dan Implementasi RPL

Dr. Chandra Anugrah Putra, M.I.Kom dari Wakil Rektor 1 UMPR, sebagai pembicara pertama, memaparkan tentang pentingnya pengakuan Rekognisi Pembelajaran Lampau (Recognition of Prior Learning/RPL) sebagai strategi untuk memastikan bahwa seseorang tidak perlu memulai dari awal untuk mendapatkan pengakuan atas keterampilan yang sudah dimilikinya. Beliau menjelaskan enam prinsip utama dalam penyelenggaraan RPL: legalitas, aksesibilitas, kesetaraan pengakuan, transparansi, penjaminan mutu, dan kelembagaan. “Perguruan tinggi sebagai penyelenggara RPL harus memiliki legalitas sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2014, menjamin aksesibilitas yang adil dan inklusif, memberikan penilaian yang setara atas capaian pembelajaran, menyediakan informasi secara transparan, menjamin mutu seluruh pelaksanaan RPL, serta memiliki senat dan sistem penjaminan mutu internal yang berfungsi dengan baik,” jelas Dr. Chandra.

Pembelajaran dan pengalaman masa lampau yang dapat diakui dalam RPL terbagi menjadi dua kategori: RPL Tipe A1 dan RPL Tipe A2. RPL Tipe A1 mengakui hasil belajar dari pendidikan formal di perguruan tinggi lain, mirip dengan proses alih kredit. Sedangkan RPL Tipe A2 mengakui hasil belajar dari pendidikan nonformal, informal, dan/atau pengalaman kerja untuk melanjutkan studi di perguruan tinggi. Dr. Chandra menjelaskan, “RPL Tipe A2 dilakukan melalui dua tahap, yaitu proses asesmen dan rekognisi. Ini memungkinkan mahasiswa untuk memperoleh pengakuan sebagian satuan kredit semester (SKS) yang sudah mereka capai melalui pengalaman kerja atau pendidikan nonformal.”

Cara mengumpulkan bukti menentukan bagaimana metode asesmen akan dilakukan. Metode asesmen dalam RPL meliputi observasi, bertanya, portofolio, referensi pihak ketiga, dan kegiatan terstruktur. Dr. Chandra menyatakan, “Secara teknis, proses asesmen RPL terdiri dari menyiapkan panduan penilaian, mengidentifikasi bukti yang relevan, menilai bukti dengan berbagai metode asesmen, mengompilasi dan menghitung hasil penilaian, mengonversi hasil penilaian ke dalam bentuk SKS yang diakui, dan menyusun berita acara sebagai dasar penerbitan surat keputusan oleh pihak yang berwenang.”

Muhammad Anzarach Pratama,S.AN,MPA. dari UMPR, sebagai pembicara kedua, menyampaikan pentingnya memilih mata kuliah yang bisa diajukan untuk RPL. “Memilih mata kuliah yang tepat sangat penting untuk memaksimalkan manfaat RPL,” ungkapnya. Ia juga menekankan pentingnya membuat buku saku atau sistem untuk memudahkan monitoring, serta bahwa maksimal konversi SKS dalam RPL adalah 70% dari jumlah SKS. Selain itu, beliau menyarankan untuk membuat paket-paket mata kuliah jika perlu dan pentingnya adanya MoU dengan BKD/BKSDM untuk penguatan SDM. “Istilah RPL bukan hanya sebagai alat rekrutmen mahasiswa, namun untuk status mahasiswa semua tetap sama di data LLDIKTI,” tegas Anzarach.

Workshop ini memberikan wawasan mendalam mengenai pentingnya RPL dan bagaimana penerapannya dapat membantu mahasiswa serta perguruan tinggi dalam mengakui dan memanfaatkan pembelajaran serta pengalaman yang telah diperoleh sebelumnya. Dengan prinsip-prinsip yang jelas dan proses yang transparan, RPL diharapkan dapat meningkatkan aksesibilitas dan inklusivitas pendidikan tinggi. Serta, menjamin mutu pembelajaran bagi semua pihak yang terlibat.