Yogyakarta, 6 Juni 2024 – Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta (UNISA) kembali menggelar kuliah praktisi dengan tema “Manajemen Konflik sebagai Akselerator Integrasi Bangsa.” Acara yang diselenggarakan oleh Program Studi S1 Administrasi Publik Fakultas Ekonomi, Ilmu Sosial, dan Humaniora ini merupakan bagian dari mata kuliah Manajemen Konflik dan Negosiasi. Kuliah praktisi ini bertujuan memberikan wawasan langsung dari praktisi yang berpengalaman kepada mahasiswa semester 4 dan 6.

Kuliah ini dilaksanakan di Gedung Siti Moendjijah lantai 4, Ruang SM.04.10, pada hari Kamis, 6 Juni 2024, pukul 08.30 WIB. Dr. Gabriel Lele, S.IP., M.SI, Direktur Pusat Pengembangan Kapasitas dan Kerjasama (PPKK) Universitas Gadjah Mada (UGM), hadir sebagai pembicara. Dalam paparannya, Dr. Gabriel Lele menjelaskan pentingnya manajemen konflik dalam upaya mengintegrasikan bangsa. Menurutnya, meskipun konflik memiliki dampak positif dan negatif, dinamika ini dapat diatur dengan membangun sudut pandang yang positif.

“Ketika memahami konflik, terdapat dampak positif dan negatif. Namun, kita dapat mengatur dinamika konflik dengan mencoba membangun sudut pandang yang positif,” kata Dr. Gabriel Lele. Ia menekankan bahwa konflik dapat dibangun dengan sudut pandang positif tergantung dari tingkat kesadaran individu dan kolektif. Menurutnya, kemampuan untuk melihat konflik dari perspektif yang konstruktif dapat menjadi kunci untuk mencapai integrasi bangsa yang lebih baik.

Dr. Gabriel Lele juga mengangkat isu mengenai konflik kebijakan yang sering terjadi di masyarakat. Ia menyebutkan beberapa kasus seperti Tapera, kasus Wadas, serta konflik di Aceh dan Papua sebagai contoh nyata bagaimana kebijakan publik dapat memicu konflik kelompok masyarakat. Dalam banyak kasus, kebijakan yang dibuat oleh pemerintah menerima tanggapan yang berbeda dari masyarakat. Ada yang menerima kebijakan tersebut, tetapi tidak sedikit yang menolaknya.

“Sebuah paradoks dalam administrasi publik adalah bahwa fungsi dari administrasi publik adalah untuk mengelola konflik, namun dalam beberapa situasi, seorang administrator publik justru memicu konflik,” tambah Dr. Gabriel Lele. Paradoks ini menunjukkan bahwa meskipun tujuan utama administrasi publik adalah mengelola dan meredam konflik, ada kalanya kebijakan yang dikeluarkan malah memicu ketegangan dan perpecahan.

Resolusi Konflik dalam Administrasi Publik

Dalam penjelasannya tentang resolusi konflik, Dr. Gabriel Lele menekankan bahwa administrasi publik harus mampu menjadi solusi atas konflik. Ia menguraikan tiga pendekatan utama dalam resolusi konflik administrasi publik: pendekatan manajerial, pendekatan legal, dan pendekatan politik. “Kebijakan publik yang baik adalah kebijakan yang menjadikan masyarakat lebih baik dari kondisi sebelumnya,” tegas Dr. Gabriel Lele. Kebijakan yang mampu menjadi solusi atas konflik akan membawa dampak positif bagi integrasi bangsa.

Gerry Katon Mahendra, S.IP., M.I.P., Ketua Program Studi Administrasi Publik sekaligus dosen pengampu mata kuliah Manajemen Konflik dan Negosiasi, menyampaikan harapannya terhadap kegiatan ini. “Kuliah praktisi ini diharapkan memberikan pemahaman langsung dan lebih mendalam dari pakar/praktisi manajemen konflik yang disertai studi kasus terkini. Selain itu, kuliah praktisi ini juga bertujuan untuk memperluas jaringan kerja sama institusi yang dapat dimanfaatkan oleh civitas akademika UNISA Yogyakarta,” ujar Gerry.

Kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman mahasiswa tentang manajemen konflik dan negosiasi, serta memperkuat integrasi bangsa melalui pendekatan yang lebih positif dan konstruktif. Dengan menghadirkan praktisi berpengalaman seperti Dr. Gabriel Lele, mahasiswa diharapkan mendapatkan wawasan dan pemahaman yang lebih komprehensif tentang bagaimana mengelola dan menyelesaikan konflik dalam konteks administrasi publik.